Bukan Mimpi di Siang Bolong, RI Bisa “Buang Dolar” AS

]

Jakarta, CNBC Indonesia - “Buang dolar” mungkin seperti mimpi beberapa tahun lalu. Namun kini Indonesia sepertinya benar-benar akan meninggalkan dolar Amerika Serikat (AS) secara perlahan.

Dalam sebulan, RI rata-rata berhasil mengurangi ketergantungan dolar AS sebesar US$ 117,3 juta rata-rata setiap bulannya. Ini setara dengan Rp 1,68 triliun (kurs Rp 14.400/US$).

Dibandingkan dengan nominal yang dikeluarkan dalam perdagangan memang masih kecil. Namun tren positif masih terus berlangsung.

Data Bank Indonesia menunjukkan, rasio transaksi perdagangan Indonesia-Thailand menggunakan skema kerja sama mata uang lokal (local currency settlement/ LCS) dalam mata uang THB/IDR terhadap total perdagangan kedua negara telah mencapai 1,3% pada 2020. Ini meningkat dibandingkan 0,6% pada 2018.

Bahkan, rasio yang sama untuk transaksi LCS antara Indonesia-Malaysia dalam mata uang MYR/IDR telah mencapai 4,1% pada tahun 2020. Ini hampir 3 kali lipat rasio pada tahun 2018 sebesar 1,4%.

Perkembangan transaksi LCS antara Indonesia-Jepang dalam mata uang JPY/IDR juga terus alami peningkatan sejak dimulai pada September 2020. Pada periode September-Desember 2020 rasionya terhadap total perdagangan Indonesia-Jepang baru tercatat sebesar 0,1%.

Ini menunjukkan tren kenaikan. Pada periode Januari-Mei 2021 telah meningkat signifikan menjadi sekitar 3,4%.

“Meski rasio penggunaan transaksi LCS secara keseluruhan masih relatif rendah dibandingkan total perdagangan, melihat trend-nya yang positif, didukung dengan telah dilakukannya penguatan framework LCS dengan tiga negara tersebut serta kampanye LCS yang dilakukan secara komprehensif, ke depan diharapkan penggunaan LCS dengan Thailand, Malaysia, dan Jepang akan semakin meningkat,” ungkap Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono kepada CNBC Indonesia, dikutip Sabtu (7/8/2021).

Pada bulan ini, Indonesia dan China juga akan memulai penerapan LCS. Sebagai mitra dagang utama, kesepakatan dengan China akan banyak mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap dolar AS.

Dalam enam bulan tahun ini, ekspor non migas ke China mencapai US$ 21,2 miliar dan impor US$ 25,2 miliar. Kedua negara telah menyelesaikan mekanisme teknis dari pelaksanaan LCS.

“Sementara itu, kerja sama LCS ACCD dengan Tiongkok sudah ditandatangani tetapi belum secara resmi diimplementasikan karena masih menunggu pemenuhan beberapa persyaratan oleh bank-bank ACCD yang ditunjuk. Progress-nya sangat positif sehingga diharapkan dalam waktu dekat kerja sama LCS dengan Tiongkok dapat segera diimplementasikan,” paparnya.

Ke depan, BI terus menjajaki kerja sama dengan negara lainnya agar ikut meninggalkan dolar AS. Yakni dengan Korea Selatan, India dan negara tetangga Filipina

Kasihan… Dolar AS Mulai ‘di-Ghosting’ Indonesia

]

Indonesia dan beberapa negara sudah bekerja sama untuk menggunakan mata uang lokal dalam penyelesaian transaksi. Namanya Local Currency Settlement (LCS) jadi transaksi penyelesaian antar negara menggunakan mata uang lokal masing-masing negara.

Tujuannya, agar ketergantungan terhadap dolar AS bisa berkurang. Pasalnya, ketika bertransaksi untuk perdagangan luar negeri mata uang lokal harus dikonversi dulu ke dolar AS baru kemudian diubah ke mata uang negara tujuan.

Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan (DPPK) Bank Indonesia (BI) Donny Hutabarat mengungkapkan LCS ini bisa untuk penyelesaian transaksi perdagangan dan investasi langsung internasional.

Selain itu biaya transaksi valas juga lebih efisien dengan direct quotation. Lalu ada juga diversifikasi eksposur mata uang non dolar AS bagi pelaku pasar dan pengembangan pendalaman pasar keuangan.

“Dengan adanya penguatan kerangka transaksi mata uang lokal ini sejak 2021 maka kegiatan remitansi seperti pendapatan pekerja migran Indonesia dan tenaga kerja asing, biaya sekolah dan biaya hidup bisa dilakukan melalui bank ACCD,” kata dia dalam Taklimat Media.

Karena itu transaksi ini akan memudahkan dan membuat biaya transaksi remitansi jadi lebih murah. Karena tak perlu ada proses konversi pengiriman uang ke dolar AS kemudian ke mata uang negara tujuan. “Remitansi ini tentunya akan lebih murah, kan dia tidak perlu dikonversi jadi untung di spread, jadi kalau mau Malaysia Ringgit bisa langsung ke MYR di Indonesia,” ujarnya.

Tapi dalam penerapannya masih ada kendala yang dihadapi. Kepala Departemen Internasional Bank Indonesia (BI) Doddy Zulverdi mengungkapkan misalnya dengan Malaysia sebelum adanya kerja sama LCS ini transaksi hanya sebatas perdagangan. Kemudian BI dan otoritas Malaysia memperluas transaksi.

“Dari semula hanya perdagangan menjadi termasuk juga FDI (Foreign Direct Investment) dan pembayaran income transfer juga termasuk ke dalam remitansi tenaga kerja TKI kita,” kata dia dalam Taklimat Media, Jumat (6/8/2021).

RI-Malaysia hingga Jepang Kompak Tinggalkan Dolar AS, Ini Manfaatnya Pakai Uang Lokal : Okezone Economy

]

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memperkuat kerja sama mata uang lokal (LCS) Indonesia dengan Malaysia dan Indonesia dan Jepang.

Kepala Departemen Internasional Bank Indonesia Doddy Zulverdi mengatakan, penguatan dimaksud merupakan sebuah upaya untuk memperkuat pasar valas Indonesia.

“Ini merupakan upaya bersama baik Indonesia dengan berbagai pihak untuk bagaimana kita memperkuat pasar valas kita bisa lebih berimbang,” ujar Doddy dalam diskusi virtual, Jakarta, Jumat (6/8/2021).

Baca Juga: Kini RI-Jepang Sepakat Pakai Mata Uang Lokal

Penguatan kerangka kerja sama yang berlaku efektif 5 Agustus 2021 ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan untuk mendorong perdagangan dan investasi.

Selain itu juga turut memperkuat stabilitas makroekonomi dengan mendorong penggunaan mata uang lokal yang lebih luas untuk penyelesaian perdagangan dan investasi langsung antara Indonesia dan Jepang.

“Kita tahu perdagangan Indonesia dengan berbagai mitra itu baik di kawasan Asia maupun luar Asia masif, didominasi oleh penggunaan mata uang dolar Amerika, bahkan kalau kita melihat data terkini sudah beberapa tahun ini 90% perdagangan Indonesia dengan negara-negara luar itu menggunakan mata uang dolar AS,” kata Doddy.

Dirinya menyebut, karena banyaknya menggunakan mata uang dolar AS dalam penyelesaian transaksi, barang dagang, baik jasa maupun investasi, dapat menimbulkan ketergantungan pada pasar valas domestik. “Kalau pasar valas yang sehat, itu artinya ada pasar valas Rupiah dengan YEN, rupiah dengan euro, rupiah dengan ringgit, intinya Rupiah dengan mata uang negara-negara mitra dagang dan investasi kita,” kata Doddy Namun karena masih menggunakan dolar AS, meski berdagang dengan China, Jepang, Thailand dan lain-lain, Indonesia harus tetap menggunakan dolar AS. Hal ini membuat mata uang Rupiah menjadi sangat sensitif terhadap apa yang terjadi dengan dolar AS. “Karenanya Bank Indonesia berinisiatif untuk terus mencoba menjaga stabilitasnya dengan melakukan pendekatan yang sifatnya lebih struktural, yaitu dengan mendalami pasar keuangan, terutama pasar keuangan valas non-dolar AS dalam negeri,” kata Doddy.